Wednesday 20 June 2012

MANTERA

Mantra: Kedudukan

Mantra merupakan salah satu jenis sastra lisan yang berkaitan dengan tradisi masyakat Jawa. Sebagai sastra lisan, mantra merupakan salah satu bentuk kebudayaan daerah yang diwariskan dari mulut ke mulut. Mantra sendiri digolongkan ke dalam jenis puisi karena bentuknya yang tetap dan bersajak. Mantra juga merupakan warisan yang turun temurun. Konon dalam masyarakat tradisional, sebuah mantra memiliki kekuatan gaib (daya magis). Dengan mantra ini, alam pikiran manusia berhubungan dengan hal-hal supernatural sehingga dengan membaca mantra itu, sesuatu yang tidak mungkin terjadi dapat menjadi kenyataan.
Mantra menurut Hasan Shadily dalam Ensiklopedia Indonesia Jilid 4 (1983) adalah rumusan kata-kata atau bunyi yang berkekuatan gaib, diucapkan berirama seperi senandung, digunakan sebagai doa bagi pengucap atau pendengar, yang wajid dihafal tepat kata-katanya untuk menghindari bencana jika terjadi kekeliruan dalam mengucapkannya. Pada umumnya, mantra diucapkan dengan menyeru atau menyebut Allah, nabi-nabi, aulia, arwah cikal bakal atau bunyi kata yang tidak bermakna, seperti hong wilaheng dan lain-lain. Fungsi mantra dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit mendatangkan kebaikan dan celaka, mengusir harimau, mengusir hantu dan sebagainya.
Perbedaan mantra dengan doa menurut Fischer (1980) adalah doa diucapkan dalam rangka kegiatan magis. Doa diucapkan dengan suara keras dan susunan kata-katanya berirama sehingga lebih mudah dihafal dan diingat. Di dalam mantra biasanya terkandung kata-kata yang dirasakan mempunyai daya magis. Kata mantra sering juga dihubungkan dengan japa dan japamantra. Mantra dilafalkan dengan pelan-pelan, bahkan hanya diucapkan dalam batin. Di dalam mantra juga terkandung pesan, sugesti, larangan yang menuju ke suatu titik mistik. Utamanya ke arah memayu hayuning bawana, agar tercipta keindahan dan harmoni manusia dengan sesama, alam semesta dan Tuhan.
macam-macam Mantra
Adapun pembagian jenis mantra ada yang membagi kedalam dua macam saja, yaitu hitam dan putih. Namun bagi masyarakat Jawa Timur khususnya orang using membagi menjadi empat, yaitu magi, (1) hitam (2) merah, (3) kuning, dan (4) putih (Kusnadi, 1993) (Saputra, 2001).
Mantra magi hitam, yaitu mantra yang dijiwai oleh nilai-nilai kejahatan dan digunakan untuk tujuan kejahatan. Magi hitam ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan korbannya meninggal dunia. Contoh magi hitam adalah bantal nyawa, bantal kancing, cekek, sebul dan setan kubur.
Mantra magi merah ialah mantra yang pemakaiannya tidak dilandasi hati nurani, tetapi didorong untuk memenuhi hawa nafsu dengan tujuan agar korban tersiksa batin dan fisiknya. tetapi tidak sampai berakibat fatal sebagaimana pada mantar hitam. Yang tergolong magi merah adalah jaran goyang, siti henar, semut gatel, bantal guling, gombal kobong, dan polong dara.
Mantra magi kuning ialah mantra yang penggunaannya didasari atas ketulusan hati dan maksud baik; biasanya hanya terbatas pada hubungan antar individu. Penggunaan mantra ini bukan hanya disenangi atau dicintai sesama manusia, tetapi juga termasuk binatang. Yang tergolong magi ini antara lain; sabuk mangir, si gandrung mangu-mangu, semar mesem, ambar sari, si kumbang jati, tes putih-tes abang.
Mantra magi putih ialah mantra yang dijiwai oleh nilai-nilai kebaikan dan digunakan untuk tujuan kebaikan. Mantra ini berfungsi untuk menetralisasi praktik mantra magi hitam dan merah., baik untuk penyembuhan, maupun penolak bala. Yang tergolong mantra magi ini adalah semua mantar yang digunakan untuk penyembuhan atau pengobatan dan pencegahan atau penolak bala.

Fungsi Mantra
Mantra sebagai salah satu bentuk folklor mempunyai empat fungsi, salah satunya adalah sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. Dalam konteks ini, pranata dimaknai sebagai sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi beserta adat istiadat dan sistem norma yang mengaturnya., serta seluruh perlengkapannya. guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam kehidupan.
Setiap tradisi memiliki pranata sosial sendiri sesuai konteks dinamika budaya yang bersangkutan. Menurut Herusatoto (1985), setiap tradisi atau adat istiadat mempunyai empat tingkatan, yakni: (1) tingkat nilai budaya, (2) tingkat norma-norma, (3) tingkat hukum, (4) tingkat aturan khusus.
Tujuan pemanfaatan mantra merupakan bentuk kompensasi dari ketidakberdayaan orang memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan pranata formal. Oleh karena pranata formal tidak mampu menampung konflik-konflik dalam masyarakat, kompensasinya muncul pranata-pranata sosial tradisional yang mampu menyelesaikan konflik-konflik tersebut dengan karakternya masing-masing. (positif-negatif). Hal tersebut akhirnya membudaya dan bahkan diwariskan kepada generas penerus. Hal ini sesuai dengan pendekatan psikologitik yang dinyatakan oleh Sutardja (1996) bahwa secara naluriah suatu kelompok etnik telah memiliki mekanisme dalam menghadapi dan memecahkan problema-problema sosial budaya yang diwarisi dari nenek moyangnya. Implikasinya dari relevansi secara psikologis ini ialah bahwa manusia memerlukan pegangan batin untuk menghadapi masalah-masalah sosial budaya. Bila mekanisme pegangan batin semacam itu macet., semakin berat masalah yang akan dihadapinya.
Dengan demikian, penilaian bijak terhadap potensi mantra tidak seharusnya dilakukan secara normatif hitam-putih, melainkan harus diposisikan dalam moralitas budaya yang kontekstual.
Mantra Putih Bentuk Kidung
Kidung ialah nyanyian, lagu, atau syair yang dinyanyikan, disebut juga puisi (dalam tembang Jawa). Menurut Zoetmulder (1983:142), kidung adalah sejenis puisi jawa pertengahan yang mempergunakan metrum-metrum asli jawa. Misalnya Kidung rumeksa ing wengi, tembang Dandhanggula. Kidung mantra ini diciptakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Karena kedekatannya dengan rakyat membuat Sunan Kalijaga sering dimintai pertolongan untuk mengobati orang sakit, dimintai doa-doa dan tolak bala. Kemudian Sunan Kalijaga memberi mereka doa (mantra) berupa Kidung Rumeksa Ing wengi.(Hariwijaya, 2007).
Inti laku pembacaan mantra ini adalah agar kita senantiasa mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga terhindar dari kutukan dan malapetaka yang lebih dahsyat. Dengan demikian, kita dituntut untuk senantiasa berbakti, beriman, dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Mengenai Fungsi kidung secara eksplisit tersurat dalam kalimat kidung itu, yang antara lain: penyembuhan segala macam penyakit, pembebas pageblug, mempercepat jodoh bagi perawan tua, penolak bala di malam hari, seperti teluh, santet, hama, dan pencuri, menang dalam perang, memperlancar cita-cita luhur dan mulia.
Kidung ini terdiri atas sembilan bait yang disertai laku dan fungsi pragmatisnya secara spesifik. Bagian pertama terdiri dari lima bait yang wajib diamalkan setiap malam. Bagian kedua, terdiri dari empat bait berupa petunjuk menyertai laku dan wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang mengamalkannya. 

GURINDAM

 Ciri-ciri bentuk Gurindam

a. Merupakan puisi bebas atau tidak terikat
b. Rangkap :  Mempunyai 2 baris dalam serangkap atau beberapa baris dalam serangkap.  Setiap baris dalam rangkap merupakan isi atau maksud dan perlu bersambung dengan baris-baris dalam rangkap berikutnya untuk membawa makna yang lengkap.
Baris pertama dikenali sebagai “syarat” dan baris kedua dikenali sebagai “jawab”. Baris pertama “syarat” menyatakan sesuatu fikiran atau peristiwa dan baris kedua pula menyatakan keterangan atau menjelaskan apa yang telah dinyatakan oleh baris atau ayat pertama tadi.
c. Perkataan :  jumlah perkataan sebaris juga tidak tetap.
d. Sukukata :  julah sukukata juga tidak tetap.
e. Rima : rima akhirnya juga tidak tetap



PERANAN/FUNGSI GURINDAM

·         Gurindam mempunyai fungsi dan peranannya dalam masyarakat Melayu iaitu sebagai tujuan didikan, hiburan, gambaran masyarakat melayu lama dan digunakan dalam majlis-majlis formal.
·         Unsur-unsur pendidikan yang diketengahkannya ialah ialah iman dan moral yang baik.

Jenis-Jenis Gurindam

*Gurindam serangkap dua baris
*Gurindam serangkap empat baris
*Gurindam bebas

Contoh Gurindam


Apabila kita kurang siasat,

Itulah tanda pekerjaan hendak sesat.

Apabila anak tidak dilatih,
Jika besar bapanya letih.

Apabila banyak mencela orang,
Itulah tanda dirinya kurang.

Apabila orang banyak tidur,
Sia-sia sahajalah umur.

Apabila mendengar akan khabar,
Menerimanya itu hendaklah sabar.

Apabila mendengar akan aduan,
Membicarakannya itu hendaklah cemburuan.

Apabila perkataan yang lemah lembut,
Lekaslah segala orang mengikut.

Apabila perkataan yang amat kasar,
Lekaslah orang sekalian gusar.

Apabila pekerjaan yang amat benar,
Tidak boleh orang berbuat honar

TALIBUN

Definisi:
Talibun adalah sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dstnya.

Ciri-ciri Talibun adalah seperti berikut:
a. Ia merupakan sejenis puisi bebas
1.     Terdapat beberapa baris dalam rangkap untuk menjelaskan pemerian
2.     Isinya berdasarkan sesuatu perkara diceritakan secara terperinci
3.     Tiada pembayang. Setiap rangkap dapat menjelaskan satu keseluruhan cerita
4.     Menggunakan puisi lain (pantun/syair) dalam pembentukannya
5.     Gaya bahasa yang luas dan lumrah (memberi penekanan kepada bahasa yang berirama seperti pengulangan dll)
6.     Berfungsi untuk menjelaskan sesuatu perkara
7.     Merupakan bahan penting dalam pengkaryaan cerita penglipur lara


Tema talibun biasanya berdasarkan fungsi puisi tersebut. Contohnya seperti berikut:
a. Mengisahkan kebesaran/kehebatan sesuatu tempat dll
1.     Mengisahkan keajaiban sesuatu benda/peristiwa
2.     Mengisahkan kehebatan/kecantikan seseorang
3.     Mengisahkan kecantikan seseorang
4.     Mengisahkan kelakuan dan sikap manusia
5.     mengisahkan perlakuan dimasa lalu

Contoh Talibun
Tengah malam sudah terlampau
Dinihari belum lagi nampak
Budak-budak dua kali jaga
Orang muda pulang bertandang
Orang tua berkalih tidur
Embun jantan rintik-rintik
Berbunyi kuang jauh ke tengah
Sering lanting riang di rimba
Melenguh lembu di padang
Sambut menguak kerbau di kandang
Berkokok mendung, Merak mengigal
Fajar sidik menyinsing naik
Kicak-kicau bunyi Murai
Taktibau melambung tinggi
Berkuku balam dihujung bendul
Terdengar puyuh panjang bunyi
Puntung sejengkal tinggal sejari
Itulah alamat hari nak siang


TEROMBA

Definisi :
Merupakan susunan adat yang disampaikan dalam bentuk puisi. Puisi ini dikenali juga sebagai puisi adat. Adat yang dimaksudkan ialah adat Minangkabau yang mengandungi adat dan peraturan serta norma-norma hidup masyarakat khususnya tentang undang-undang adat yang diamalkan dalam kehidupan sosial dan mengamalkannya.

Ciri Teromba : (Adat Tonggak Nilai)

Dari aspek bentuk
a.       Sejenis puisi berbentuk bebas atau puisi tidak terikat
b.   Mengandungi 7 rangkap.Jumlah baris serangkap tidak tetap iaitu rangkap 1 mengandungi14, rangkap dua 16 baris serangkap, rangkap 22 baris serangkap, rangkap empat 6 baris serangkap, rangkap lima 17 baris serangkap, rangkap enam7 baris serangkap dan rangkap tujuh 9 baris serangkap.
c.   Rima akhir teromba adalah tidak tetap
d.   Jumlah perkataan sebaris tidak seimbang iaitu di antara 1 hingga 6 patah perkataan sebaris, contoh:
Rangkap 1, baris 1 ….. Tatkala
Rangkap 2, baris 16 … Perempuan biasa berusahakan benang dan kapas
e. Jumlah suku kata sebaris juga tidak seimbang iaitu di antara 3 hingga
Contoh,

R1B1 Tat/ka/la 3 jumlah suku kata
R2B16 Pe/rem/pu/an bia/sa ber/u/sa/ha/kan be/nang dan ka/pas 16 sk
a.   Terdapat penggunaan jenis puisi Melayu tradisional yang lain seperti penggunaan peribahasa

Contoh : Bulat air kerana pembetung
Bulat manusia kerana muafakat Rangkap 5

Hidup dikandung adat,
Mati dikandung bumi, Rangkap 5

Ciri dari segi isi :
Isinya mengandungi adat dan peraturan serta norma-norma hidup masyarakat khususnya tentang undang-undang adat yang diamalkan dalam kehidupan sosial masyarakat yang melahirkan dan mengamalkannya.
Teknik penulisan :

Sejenis puisi berbentuk bebas atau tidak terikat
                             i.            Rangkap teromba :
Mengandungi 7 rangkap.Jumlah baris serangkap tidak tetap iaitu rangkap 1 mengandungi14, rangkap dua 16 baris serangkap, rangkap 22 baris serangkap, rangkap empat 6 baris serangkap, rangkap lima 17 baris serangkap, rangkap enam7 baris serangkap dan rangkap tujuh 9 baris serangkap.

                ii.        Jumlah perkataan sebaris :
Jumlah perkataan sebaris tidak seimbang iaitu di antara 1 hingga 6 patah perkataan sebaris
Contoh,
Rangkap 1, baris 1 ….. Tatkala
Rangkap 2, baris 16 … Perempuan biasa berusahakan benang dan kapas /
              iii.        Jumlah suku kata sebaris :
Jumlah suku kata sebaris juga tidak seimbang iaitu di antara 3 hingga
Contoh,
R1B1 Tat/ka/la 3 jumlah suku kata
R2B16 Pe/rem/pu/an bia/sa ber/u/sa/ha/kan be/nang dan ka/pas 16 sk

               iv.        Maksud teromba
Mengandungi adat dan peraturan serta norma-norma hidup masyarakat khususnya tentang undang-undang adat yang diamalkan dalam kehidupan sosial masyarakat Negeri Sembilan yang melahirkan dan mengamalkan Adat Perpatih. Oleh itu teromba yang ditulis merupakan susunan adat yang disampaikan dalam bentuk puisi yang dikenali sebagai ‘puisi adat’.
Fungsi teromba
a.       Memberi panduan dan pendidikan tentang cara hidup atau sistem hidup bermasyarakat yang baik dan harmoni melalui adat, peraturan dan undang yang dibentuk.Dalam rangkap 2, menjelaskan keutamaan adat dan masyarakat mesti mengikut kebiasaan yang telah dijadikan peraturan setempat. Penghulu, ulama masing-masing dengan tugas mereka. Begitu juga dengan pahlawan, juara, saudagar dan kaum wanita.
b.   Membentuk dan membina satu masyarakat yang harmoni.

SELOKA

Definisi Seloka

·         Seloka merujuk kepada puisi Melayu bebas yang mempunyai bentuk tertentu dari segi rangkap, jumlah baris, sama ada mempunyai irama atau tidak.
·         Seloka juga adalah salah satu bentuk puisi Melayu Klasik disamping mantera, bidal, pantun, gurindam, atau syair.
·         Kata seloka berasal dari bahasa sanskrit iaitu "shloka".

Peranan/Fungsi Seloka

·         Seloka dapat menggambarkan masyarakat yang melahirkannya iaitu masyarakat yang amat mementingkan keharmonian dan ketatasusilaan.
·         Bersesuaian dengan sifat halus orang Melayu, puisi seloka digunakan untuk mengkritik sebarang perlakuan negatif anggota masyarakat tanpa menyinggung perasaan individu sasaran.
·         Seloka juga digunakan untuk menyindir, mengejek, menempelak seseorang, melahirkan rasa benci terhadap sesuatu kelakuan manusia, memberi pengajaran dan panduan kepada seseorang dan sebagai alat kawalan sosial.

Ciri/Bentuk Seloka

·         Merupakan puisi bebas atau tidak terikat.
·         Digubah sama ada mengikut bentuk pantun, syair atau perumpamaan.
·         Tidak mempunyai pembayang.
·         Rangkap : Bilangan baris dalam serangkap tidak tetap.
·         Perkataan : Jumlah perkataan dalam sebaris juga tidak tetap.       
·         Sukukata : Jumlah sukukata dalam sebaris juga tidak tetap.
·         Rima : Rima akhirnya dalam serangkap juga tidak tetap.

Contoh Seloka

seloka pak kaduk
Aduhai malang Pak Kadu
Ayamanya menang kampung tergadai
Ada nasi dicurahkan
Awak pulang kebuluran
Mudik menongkah surut
Hilir menongkah pasang
Ada isteri dibunuh
Nyaris mati oleh tak makan
Masa belayar kematian angin
Sauh dilabuh bayu berpuput
Ada rumah bertandang duduk  

SYAIR

Fungsi Syair

Sebagai hiburan sesuai dgn sifatnya yang demikian maka syair sering dilagukan dalam majlis-majlis tertentu seperti dalam pesta dan keramaian,dipertandingkan atau dalam upacara-upacara adat.

Alat menyanpaikan pengajaran melalui cerita dan lagu terutama dalam hal-hal yang menyentuh aspek pengajaran agama dan kehidupan.

Dinyanyikan atau dilagukan sebagai mengiringi tarian-tarian tertentu seperti dalam dabus dan boria.

Berfungsi dalam kegiatan kesenian dan kebudayaan masyarakat.


Ciri-ciri syair :
  • terdiri daripada 4 baris serangkap (tetapi sesetengah syair boleh juga dihasilkan dalam 2 atau 3 rangkap).
  • syair tidak mempunyai pembayang maksud (berbeza dengan pantun).
  • setiap baris dalam syair mempunyai makna yang berkaitan dengan baris-baris terdahulu. Sebuah syair biasanya menceritakan suatu kisah.
  • bilangan perkataan dalam setiap baris adalah sama iaitu 4 perkataan dan 8-12 suku kata dalam satu baris.

Jenis-Jenis Syair

*Terdapat 6 jenis dalam kesusasteraan Melayu iaitu syair keagamaan ,syair kiasan,syair panji.syair romantis,syair sadura dan syair sejarah.

Contoh Syair

Inilah suatu kalam dikarang
Ayuhai tuan muda yang garang
Kalam nan bukan sebarang-barang
Tujuannya banyak bukan seorang

Adapun akan di zaman ini
Banyak kulihat tolan ikhwani
Selama hidup sebelum fani
Tidak mengingat Tuhan yang ghani

Dunia dijangka kekal selama
Berbuat dosa sangat ternama
Mencari wang sangat utama
Tidak menurut kata ulama

Ulama disangka bicara kosong
Sebarang kata lalu disongsong
Mencari wang berpesong-pesong
Sangatlah suka berkata bohong

Wang terkumpul diri pun kaya
Takbur dan sombong timbul sebaya
Perintah Tuhan Rabbi yang kaya
Sekali-kali tidak percaya

Kaum kerabat dipandang lata
Bangsa dimiskin jangan dikata
Takdir ia datang meminta
Haram dipandang sebelah mata

Dengarkan tuan suatu ibarat
Keadaan alam timur dan barat 
Kuasa Allah punya kudrat
Lautan boleh menjadi darat

Ingatlah wahai emas juita
Fikir, ya fikir di dalam cita
Sungguhpun diri orang berharta
Tuhan jangan dipandang lata

Contoh yang ada bukan sedikit
Gunung tinggi menjadi bukit
Tanahnya runtuh berdikit-dikit
Ibarat badan kena penyakit

Jikalau hasil bagai diperi
Pastilah tuan menyesal diri
Kata terlanjur dahulu hari
Menjadi musuh kanan dan
 kiri

PANTUN


PANTUN

A. Ciri-ciri pantun

1. Pantun mempunyai rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap rangkapnya terbina daripada baris-baris yang sejajar dan berpasangan seperti 2,4,6 sehingga 16. Rangkap pantun yang paling umum ialah yang mempunyai empat baris serangkap. Pembentukan rangkap berdasarkan baris ini telah menjeniskan pantun Melayu iaitu pantun dua kerat (pameo/kilat), pantun emapt, pantun enam kerat dan seterusnya hingga pantun enam belas kerat. Terdapat juga pantun yang wujud secara berkait yang dinamakan pantun berkait dan biasanya dalam bentuk empat kerat.
2. Setiap baris mengandungi kata dasar antara empat hingga lima patah perkataan, dengan jumlah suku kata antara lapan hingga dua belas. Yang biasanya ialah lapan hingga sepuluh suku kata dalam sebaris.
3. Setiap stanza atau rangkap pantun mempunyai unit atau kuplet iaitu unit atau kuplet pembayang atau sampiran (separuh jumlah baris pertama) dan unit maksud (separuh jumlah baris bahagian kedua)
4. Mempunyai skema rima hujung yang tetap iaitu a-b,a-b bagi pantun empat kerat, a-b-c,a-b-c bagi pantun enam kerat (dan seterusnya), dan a-a bagi pantun dua kerat
5. Setiap rangkap pantun merupakan satu keseluruhan, iaitu mengandungi satu fikiran yang bulat dan lengkap yang dapat dikesan melalui maksud pantun dalam rangkap tersebut

 Penggunaan lambing-lambang tertentu yang terdapat dalam pantun mengikut tanggapan dan pandangan dunia masyarakat Melayu
Hubungan makna antara pasangan pembayang dengan pasangan maksud sama ada secara konkrit atau abstrak.

B. Penjenisan pantun :

Berdasarkan tiga aspek

1. Suduk Khalayak (penutur dan pendegar pantun)
a. Pantun kanak-kanak - Pantun yang bermaksud nasihat terutamanya menyentuh alam pendidikan
b. Pantun orang dewasa / orangmuda – Pantun yang bertemakan kasih saying, usik mengusik, kepahlawanan, adapt resam, budi, nasihat dan sebagainya.
c. Pantun orang tua – Pantun yang mngandungi maksud nasihat, kias ibarat, adat resam serta mengandungi nilai kemasyarakatan dan kebudayaan.

2. Sudut bentuk – berdasrkan jumlah dalam setiap rangkap
Mempunyai empat kumpulan :
i. Pantun dua baris / dua kerat (pameo/pantun kilat)
ii. Pantun empat baris / empat kerat (kuatren)
iii. Pantun lebih empat baris ( 6 kerat – 16 kerat)
iv. Pantun berkait.

3. Sudut Tema (sebelas tema)
i. Pantun adat dan resam manusia
ii. Pantun agama dan kepercayaan
iii. Pantun budi
iv. Pantun jenaka dan permainan
v. Pantun teka-teki
vi. Pantun kepahlawanan
vii. Pantun nasihat dan pendidikan
viii. Pantun peribahasa dan perbilangan
ix. Pantun kias dan ibarat
x. Pantun kembara dan perantauan
xi. Pantun percintaan

C. Fungsi Pantun :

i. Digunakan dalam aktiviti masyarakat seperti dalam kegiatn seni, keagamaan, dan adat istiadat.
ii. Sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan isi hati dan hajat, seperti sanjungan, pemujaan dan ucapan selamat kepada seseorang dalam sesuatu upacara atau majlis rasmi
iii. Sebagai alat hiburan dan bahan jenaka serta gurau senda, terutamanya pantun jenaka dan pantun usik-mengusik serta pantun dalam permainan
iv. Sebagai alat pendidikan sama ada secara menyindir, kias atau berterus terang.
v. Sebagai alat menguji ketajaman akal dan kehalusan perasaan seperti pantun teka-teki, pantun peribahasa dan pantun yang terdapat dalam puisi adat atau teromba.
vi. Sebagai alat untuk mendapatkan gambaran masyarakat, terutama sebagai gambaran minda dan pemikiran masyarakat Melayu, pandangan hidup, harapan, cita-cita, daya estetik dan perspektif mereka seluruhnya. Oleh itu, banyak sarjana berpendapat bahawa untuk mengenal bangsa Melayu, kenalilah pantun mereka.



Contoh pantun : 
Air melurut di tepian mandi ,
Kembang berseri bunga senduduk ,
Elok diturut resmi padi ,
Semakin berisi semakin tunduk .

Hasil ciptaan :
cili api sambal belacan,
mari dicicah pucuk ubi,
kecil-kecil kita berkawan,
besar-besar membawa diri.